45 Karyawan Meninggal Kelelahan karena Budaya Kerja Toksik di Jepang

45 Karyawan Meninggal Kelelahan karena Budaya Kerja Toksik di Jepang

Jepang memang dikenal dengan budaya kerjanya yang super intens. Banyak karyawan di sana yang harus menghadapi jam kerja yang panjang dan tekanan tinggi dari atasan. Kondisi seperti ini bisa berdampak buruk banget pada kesehatan, baik fisik maupun mental.

Ada istilah “karoshi” yang berarti kematian akibat overwork, dan ini bukan cuma cerita urban. Laporan CNN Internasional menyebutkan bahwa pada 2022, ada 54 pekerja di Jepang yang meninggal karena masalah otak dan jantung terkait pekerjaan. Angka ini memang turun dibandingkan 160 kematian dua dekade lalu, tapi tetap aja, angka ini bikin khawatir.

Belakangan, jumlah orang yang mengajukan klaim karena tekanan mental di tempat kerja malah melonjak. Dari 341 klaim, kini jadi 2.683 dalam periode yang sama.

Contoh nyata dari dampak buruk ini bisa dilihat dari kasus seorang reporter NHK yang meninggal pada 2017 karena gagal jantung setelah kerja lembur 159 jam sebulan. Atau dokter berusia 26 tahun di Kobe yang bunuh diri setelah lembur lebih dari 200 jam dalam sebulan.

Di Jepang, jam kerja dari jam 9 pagi sampai 9 malam itu udah jadi standar minimum. Banyak orang baru bisa pulang kantor sekitar jam 11 malam.

Seorang karyawan yang memilih nama samaran Watanabe bilang dia mulai merasakan masalah kesehatan seperti kaki bergetar dan gangguan perut karena tekanan kerja yang berat. Dia pengen banget resign, tapi ternyata resign di Jepang bukan perkara mudah.

Mengundurkan diri sering dianggap sebagai bentuk ketidakhormatan di Jepang, di mana banyak orang bekerja di satu perusahaan seumur hidup. Bahkan, ada atasan yang sampai merobek surat pengunduran diri dan memaksa karyawan bertahan.

Makanya, muncul deh perusahaan konsultan yang bantu orang-orang untuk resign. Shiori Kawamata dari Momuri, sebuah firma konsultan yang didirikan tahun 2022, mengatakan mereka tahun lalu menerima hingga 11.000 pertanyaan dari klien. Nama “Momuri” sendiri artinya “Saya tidak tahan lagi” dalam bahasa Jepang, yang jelas banget menggambarkan perasaan para klien mereka.

Dengan biaya sekitar Rp2,3 juta, Momuri berkomitmen untuk bantu karyawan dalam proses resign, bernegosiasi dengan perusahaan, dan kasih rekomendasi pengacara jika ada sengketa hukum.