Kalah Saing dengan Perguruan Tinggi Swasta, Rektor UB Jamin Kesejahteraan Peneliti untuk Tingkatkan Kualitas Riset
Rektor Universitas Brawijaya (UB), Prof Widodo, mengungkapkan bahwa kualitas riset di kampusnya masih kalah saing dengan perguruan tinggi swasta. Meskipun dana penelitian yang tersedia di UB terbilang cukup besar dan fasilitas lab yang ada juga nggak jelek-jelek banget, itu bukan faktor utama yang jadi masalah. “Faktanya, riset kami kualitasnya masih kalah sama universitas swasta. Apakah dana penelitian kami lebih kecil? Enggak juga. Apakah kualitas lab kami lebih jelek? Enggak juga,” kata Prof Widodo, Selasa (19/11/2024).
Menurutnya, yang perlu dibenahi adalah budaya dan cara berpikir. Dia memberi contoh salah satu laboratorium di Taiwan yang meskipun ruangannya sempit dan cuma ada kamera serta komputer, cara berpikir mereka luar biasa, jadi produktivitasnya juga tinggi. “Ini PR kita semua, gimana caranya kita juga bisa mentransformasi budaya dan kreativitas kita,” tambahnya. “Jangan cuma sekadar urusan administrasi, yang selesai dengan komputer doang,” ujarnya.
Saat ini, UB tengah berusaha melakukan berbagai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas riset, salah satunya dengan mendorong kreativitas para peneliti dan menciptakan ekosistem riset yang lebih baik. “Ekosistem itu apa sih? Ya, misalnya jenjang pangkat dosen terkait dengan penelitian, mahasiswa juga bisa dapet kredit dari penelitian, ada insentif, dan masih banyak lagi,” jelasnya.
Selain itu, Prof Widodo juga menekankan pentingnya perhatian terhadap kesejahteraan peneliti di UB. Tujuannya, agar mereka semakin bersemangat dalam menjalankan kegiatan risetnya. “Kami sangat memperhatikan para peneliti, yang punya prestasi kami kasih insentif, bonus, banyak banget bonusnya, bahkan mungkin paling banyak di Indonesia, yang kayak gini nggak ada di negara lain,” ujarnya.
UB juga sedang meningkatkan fasilitas yang ada, salah satunya dengan mengoperasikan gedung Tekno Entrepreneurship yang jadi pusat inovasi dan pengembangan kewirausahaan berbasis teknologi. Gedung ini punya tiga fasilitas utama: laboratorium riset terpadu (LRT), laboratorium layanan terpadu (LLT), dan Direktorat Inovasi dan Kawasan Sains Teknologi (DIKST). Laboratorium LLT ini juga terbuka untuk masyarakat umum dengan biaya layanan yang disesuaikan. Laboratorium ini diharapkan bisa mendukung industri masyarakat, seperti menguji produk makanan untuk higienitas atau melayani kalibrasi peralatan medis.
“Ini salah satu cara kami menciptakan ekosistem laboratorium yang berkelanjutan. Ada yang cari uang, ada juga yang menghabiskan uang,” tutup Prof Widodo.